Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Konflik antar sukubangsa yang ditangai secara
reaktif, akan melahirkan konflik antar sukubangsa yang baru dan lebih besar,
dan selanjutnya dapat menjadi penyebab terjadinya disintegrasi bangsa. Oleh
karena itu, konsep pemolisian komuniti harus segera dikuasai oleh seluruh
petugas polisi, kemudian dikenalkan dan disosialisasikan kepada masyarakat
secara nasional, dan dijadikan menjadi sebuah kebijakan nasional yang bukan
hanya menjadi domein tugas polisi, tetapi juga menjadi tanggung jawab
pemerintah dengan membuatnya menjadi peraturan atau perundangan yang mengikat
secara politik.
Bahwa konflik antar sukubangsa ada
dan terwujud dalam hubungan antar sukubangsa, yang terjadi karena perebutan
sumberdaya-sumberdaya berharga dan mempertahankan kehormatan jati diri dari
anggota-anggota komuniti sukubangsa setempat dengan golongan-golongan
sukubangsa lainnya. Konflik antar sukubangsa, pada awalnya dimulai dari warga
sukubangsa yang merasa dirugikan oleh sesuatu perbuatan yang tidak adil yang
dilakukan oleh pihak lawannya, atau karena dirasakan tidak adanya atau tidak
cukupnya aturan main yang adil dan prosedur-prosedur yang dapat digunakan untuk
menjembatani perbedaan-perbedaan yang dapat memecahkan dan menghentikan konflik
tersebut.
Perbuatan merugikan secara tidak adil
tersebut kemudian dilihat dalam kerangka yang lebih biasa yang mengacu pada
stereotip dan prasangka yang dipunyai oleh para pelaku yang dirugikan, yang
kemudian mengaktifkan sentimen kesukubangsaan yang penuh dengan muatan emosi
dan perasaan-perasaan untuk menciptakan solidaritas sosial yang melibatkan
warga sukubangsa untuk mencari bantuan dari masing-masing kerabat dan
anggota-anggota sukubangsanya dalam memenangkan konflik yang terjadi.
Secara hipotesis konflik antar sukubangsa dapat
dicegah bila dalam hubungan-hubungan sosial antar sukubangsa-sukubangsa yang
berbeda, yang terwujud dalam kerjasama, persaingan dan konflik dalam
memperebutkan sumberdaya-sumberdaya berharga dan mempertahankan kehormatan
jaridiri sukubangsa atau kesukubangsaannya, terdapat aturan-aturan main yang
adil, tersedianya saluran-saluran komunikasi yang dapat mereduksi subyektivitas
dari stereotip dalam hubungan antar sukubangsa, dan adanya penegak hukum
sebagai pihak ketiga yang netral dan bertindak selaku wasit yang adil dan dapat
dipercaya oleh masyarakat sukubangsa-sukubangsa.
Komentar
Posting Komentar