Langsung ke konten utama

Memandang Fenomena Budaya dengan Kacamata Semiotik


Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna. Para strukturalis, merujuk pada Ferdinand de Saussure (1916), melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan makna (atau isi, yakni yang dipahami manusia sebagai tanda). De Saussure menggunakan istilah signifiant (penanda) untuk segi bentuk suatu tanda, dan signifié (petanda) untuk segi maknanya.
Apakah semiotik dapat digolongkan sebagai “ilmu”? Kebanyakan pakar di bidang semiotik melihat semiotik hanya sebagai perangkat teori untuk mengkaji tanda, yakni sebagai sistem yang hidup dalam suatu kebudayaan. Namun ada juga yang menganggap sebagai suatu ilmu karena (1) sudah dapat menunjukkan dirinya sebagai suatu disiplin dan mandiri, (2) sudah memiliki perangkat metodologi yang diturunka dari teorinya, (3) sudah dapat menghasilkan sejumlah hipotesis, (4) sudah dapat digunakan untuk melakukan prediksi (perkiraan), dan (5) temuan – temuannya memberikan kemungkinan untuk mengubah pandangan tentang dunia objektif.
Metodologi, Metode, dan Teknik Penelitian dalam Semiotik
Metodologi adalah cara dalam penelitian untuk memperoleh “pengetahuan” dan “pemahaman” dari objek yang kita teliti serta bagaimana pengetahuan dan pemahaman itu memenuhi tujuan penelitian. Metodologi dapat dilihat pada tiga tataran, yakni (1) paradigma yang digunakan, (2) metode yang dipilih, dan (3) teknik yang dipakai. Paradigma metodologis penelitian yang menjadi tumpuan semiotik budaya adalah paradigma kualitatif, penelitian artefak atau teks yang dapat didukung dengan paradigma parsipatoris atau bahkan kuantitatif.
Penelitian semiotik cenderung menggunakan dimensi metodologi dengan paradigma kualitatif, metode yang menggolongkan data atas data auditif , tekstual, dan audiovisual. Mengingat teori semiotik didasari strukturalisme atau semiosis, di bawah ini akan dijelaskan perbedaan di antara kedua dasar teori semiotik tersebut.
Semiotik Struktural

Dasar – dasar semiotik struktural adalah sebagai berikut
1. Tanda adalah sesuatu yang terstruktur dalam kognisi manusia alam kehidupan bermasyarakat,
2. Apabila manusia memandang suatu gejala budaya sebagai tanda, maka ia melihatnya sebagai sebuah struktur yang terdiri atas penanda (yakni bentuknya secara abstrak) yang dikaitkan dengan petanda (yakni makna atau konsep).
3. Manusia dalam kehidupannya melihat tanda melalui dua poros, yakni sintagmatik (jukstaposisi tanda) dan asosiatif (hubungan antar tanda dalam ingatan manusia yang membentuk sistem dan paradigma)
4. Teori tandanya bersifat dikotomis, yakni selain melihat tanda sebagai dua aspek yang berkaitan satu sama lain, juga melihat relasi antartanda sebagai pembeda makna
5. Analisisnya didasari oleh sebagian atau seluruh kaidah – kaidah analisis struktural, yakni imanensi, pertinensi, komutasi, kompatibilitas, integrasi, sinkroni sebagai dasar analisis diakronis fungsional
Barthes dan Derrida : Dua Semiotikus Pascastrukturalis
Teori semiotik Barthes hampir secara harafiah diturunkan dari teori bahasa menurut de Saussure yang mengemukakan empat konsep teoritis, yakni konsep langue Рparole (sistem abstrak Рpraktik berbahasa, signifiant Рsignifi̩ (penanda Рpetanda), sintagmatik Рparadigmatik (susunan tanda horizontal Рvertikal) , dan sinkroni Рdiakroni (tataran dalam kurun waktu tertentu Рproses perkembangannya) .
Derrida
Derrida berpendapat bahasa bersifat memenuhi dirinya sendiri (self – sufficient) dan bahkan terbebas dari manusia. Kemudian menurutnya, tulisan adalah bahasa yang secara maksimal memenuhi dirinya sendiri karena tulisan menguasai ruang secara maksimal pula. Jadi, bahasa yang sebenarnya (the true level of language) adalah tulisan, bukan suara. Bagian lain dari teorinya adalah tentang tanda bahasa dan pemaknaannya. Metode dekonstruksi memang penting bagi peneliti teks (khususnya kritik sastra) yang tidak ingin terkungkung oleh “prinsip – prinsip supraindividual” dan ingin mengembangkan otonom individual. Barthes dan Derrida merupakan keturunan strukturalisme, khususnya de Saussure yang keduanya menggunakan teori tanda yang sama, tetapi keduanya mencoba melihat pemaknaan tanda secara lebih dinamis.
Semiotik Pragmatis : Peirce dan Danesi & Perron
Bagi Peirce, tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Dalam teori semiotik ada yang disebut proses semiosis, yakni proses pemaknaan dan penafsiran atas benda atau perilaku berdasarkan pengalaman budaya seseorang. Dalam melihat kebudayaan sebagai signifying order, kita dapat membedakan empat faktor yang berkaitan satu sama lain dan perlu diperhatikan, yaitu (1) jenis tanda (ikon, indeks, lambang), (2) Jenis sistem tanda (bahasa, musik, gerakan tubuh, dan lukisan), (3) jenis teks (percakapan, grafik, lagu/lirik, komik, dan lukisan), (4) jenis konteks/ situasi yang mempengaruhi makna tanda (psikologis, sosial, historis, dan kultural). Sementara Umberto Eco (1979) yang mengkaji semiotik struktural dan semiotik pragmatis, menggambarkan semiotik sebagai kajian dalam dua bidang. Yang pertama adalah semiotik komunikasi (melihat tanda sebagai alat berkomunikasi yang melibatkan pengirim dan penerima tanda) dan yang kedua adalah semiotik signifikasi (yang memfokuskan perhatian pada produksi tandanya sendiri).
Kebudayaan sebagai Objek Kajian Semiotik
Apa yang ingin dikemukakan dalam tulisan ini adalah penegasan bahwa semiotik menjadikan kebudayaan objek kajian utamanya. Pada semiotik strukturalis – yang diwakili oleh Barthes – peran semiotik dalam kajian budaya sangat jelas. Pada Peirce, semiotik lebih diarahkan pada pemahaman tentang bagaimana kognisi kita memahami apa yang berada di sekitar kita, baik lingkungan sosial, alam, maupun jagat raya. Manusia adalah “makhluk pencari makna”. Kata – kata kunci dalam semiotik adalah “tanda” dan “makna”. Dalam setiap ancangan yang menggunakan semiotik, kedua kata itu disatukan dalam istilah signifikasi (pemaknaan tanda).
Komentar :
Semiotik dan hubungannya terhadap budaya sangat erat. Dalam hal ini kajian budaya tersebut dilihat dari tanda atau semiotik terhadap suatu hal. Pada semiotik strukturalis perannya sangatlah jelas dalam kajian budaya. Pada Pierce, semiotik lebih diarahkan pada pemahaman tentang bagaimana kognisi manusia memahami apa yang berada di sekitarnya, baik lingkungan sosial, alam, maupun jagat raya. Dalam lingkungan sosial yang berkaitan dengan budaya, semua kegiatan atau aktifitas merupakan sebuah tanda atau identitas mereka.
Seperti yang kita ketahui, kebudayaan merupakan sesuatu yang cakupannya sangat besar, dimulai dari lingkungan sosial, lingkungan alam, tingkah laku, maupun kebiasaan – kebiasaan yang sering dilakukan oleh seseorang.
Pada Morris, kita melihat adanya penggunaan semiotik untuk memahami kebudayaan manusia, sebagai teori tentang tingkah laku. Jika dalam suatu lingkungan terdapat benda – benda sebagai tanda mereka suatu kumpulan masyarakat, maka dapat disimpulkan kegiatan apa yang dilakukan sebagai masyarakat kebudayaan itu. Contohnya, jika di lingkungan ditemukan alat – alat bajak, cangkul, bibit padi, maka dapat kita lihat bahwa lingkungan tersebut adalah lingkungan pertanian atau perkebunan.
Dapat disimpulkan bahwa manusia adalah “pencari makna”, dimana setiap hal yang terjadi dalam kehidupan perlu untuk dipahami atau dimaknai dan biasanya sesuai dengan perjanjian bersama atau konvensi. Setiap hal khususnya di dalam kebudayaan selalu dipelajari oleh manusia dari lingkungan sehingga semuanya dapat dipahami dan dilakukan sebagaimana aturan – aturan dan kebiasaan – kebiasaan yang ada dalam lingkungan tersebut. Jadi di dalam suatu tanda mengandung pesan agar setiap peraturannya bisa dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

https://deborairene16.wordpress.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Flowchart Lift

Penjelasan dari flowchart lift yang diatas adalah sebagai berikut: Untuk memulai suatu diagram alur atau sering kita sebut “Flowchart” adalah “START” Lalu setelah itu untuk memproses nya adalah lift selalu standby di tempat tersebut. Selanjutnya kita input data nya misalkan “Cek Tombol” pilihan anda Jika “Ada Perintah” NO maka lift loop, artinya lift tetap standby Namun jika “Ada Perintah YES maka anda menentukan “Tombol/Lantai” yang anda tuju. Jika anda memilih tombol “UP” maka lift akan “Naik” Jika anda memilih tombol “Down” maka lift akan turun, Namun jika memilih tombol “Down” maka lift akan loop arti nya lift akan tetap standby. Setelah itu adalah “Cek Tujuan” anda ingin ke lantai berapa? Misalkan lantai paling atas yaitu 5, maka pilih perintah tekan tombol 5. Jika YES maka lift akan “UP” artinya naik. Sesudah “Sampai Tujuan” lantai 5, maka jika YES “Pintu Terbuka”. Namun jika NO maka lift akan mengecek tujuan selanjutnya. Kalau sudah sampa

Wawancara Barbershop "Mr.Pax" - Margo City, Depok

Ini adalah hasil wawancara saya terhadap pengusaha Barbershop di cibubur yang bernama pak Ahmat Yasin yang mana ia memulai usaha ini dari benar benar nol, berikut wawancaranya: saya: Apa yang menjadi latar belakang anda untuk menjadi pengusaha barbershop atau pangkas rambut ini?   Pak Yasin (pengusaha Barbershop): Pada dasarnya kalau saya bebricara terkait berbershop mestinya saya harus menganalisa potensi berbershop yang ada di kota besar yg mana di bidang jasa. Usaha ini merupakan jangka panjang, tentunya potensi kedepannya sangat luar biasa. Di samping itu usaha barbershop ini, di setiap orang membutuhkan perawatan rambut dari mulai gaya hidup yang semakin keren di segi penampilan rambut. Jadi usaha barbershop market ini potensi nya sangat luar biasa untuk jangka panjang. Memang dari awal saya tertarik dengan kepuasan tersendiri. Dan disamping itu saya hobi untuk menilai kepuasan tersendri apabila ada pelanggan yang puas degan layanan usaha barbershop kami. saya: Anda

Pengolah Sinyal Digital

A. Pengertian Sinyal Sinyal adalah besaran yang berubah dalam waktu dan atau dalam ruang, dan membawa suatu informasi. Berbagai contoh sinyal dalam kehidupan sehari-hari : arus atau tegangan dalam rangkaian elektrik, suara, suhu. Representasi sinyal berdasarkan dimensinya dibagi menjadi Dimensi-1 (contoh : sinyal audio), Dimensi-2 (contoh : citra), Dimensi-3 (contoh : video). Suatu sinyal mempunyai beberapa informasi yang dapat diamati, misalnya amplitudo, frekuensi, perbedaan fase, dan gangguan akbiat noise, untuk dapat mengamati informasi tersebut, dapat digunakan secara langsung peralatan ukur elektronik seperti osciloskop, spektrum analyser. Pengolahan sinyal adalah suatu operasi matematik yang dilakukan terhadap suatu sinyal sehingga diperoleh informasi yang berguna. Dalam hal ini terjadi suatu transformasi. Pengolahan sinyal analog memamfaatkan komponen-komponen analog, misalnya dioda, transistor, op-amp dan lainnya. Pengolahan sinyal secara digital menggunakan komponenkompone